Kareba Sul Sel. Hari Rabu, 9 Maret 2016, umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi.
Tepat di hari yang sama terjadi fenomena alam di Indonesia yang terjadi
hanya 350 tahun sekali yakni Gerhana Matahari Total (GMT).
Seperti diketahui ketika hari raya Nyepi tiba, umat HIndu melakukan
catur brata penyepian yang terdiri dari amati geni atau tidak
menggunakan dan atau menghidupkan api/lampu; amati karya atau tidak
bekerja; amati lelungan atau tidak bepergian dan amati lelanguan atau
tidak mendengarkan hiburan.
Di Bali mayoritas warganya beragama Hindu. Dan biasanya seluruh
masyarakat termasuk dari agama lain akan ikut merayakan Hari Raya Nyepi
bersama umat Hindu.
Namun khusus pada hari Rabu, 9 Maret 2016, saat Gerhana Matahari
Total umat muslim juga diketahui akan melakukan Sholat Gerhana Matahari
yang disebut Sholat Kusuf.
Oleh sebab itu melalui kesepakatan bersama antara MUI Bali dan Forum
Kerukunan Antarumat Beragama (FKUB) di Bali, maka umat beragama Islam
bisa melaksanakan Shalat Gerhana Matahari Total.
“Ini sudah kesepakatan bersama seluruh elemen terkait,” ujar Ketua
Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Gusti Ngurah
Sudiana di Denpasar.
Namun menurut Sudiana, ada beberapa syarat yang juga disepakati
bersama supaya terjadi kebersamaan dan umat Hindu yang sedang merayakan
Hari Raya Nyepi tidak terganggu.
“Jangan sampai melanggar dan akhirnya menimbulkan polemik yang mengganggu keharmonisan di Bali,” ujar Sudiana.
Beberapa kesepakatan yang diambil di antaranya adalah tidak
menggunakan pengeras suara, melakukan salat gerhana di masjid terdekat,
perjalanan ke masjid tidak menggunakan kendaraan bermotor, tidak
bergerombol dan mengobrol sepanjang perjalanan ke masjid, tidak merokok
sepanjang jalan dan berkoordinasi dengan pecalang jika hendak ke masjid.
Jika Gerhana Matahari Total bisa dilihat, maka hal itu tidak dilarang asal dari kediaman masing-masing.
“Bisa lihat gerhana dari halaman rumah masing-masing, silahkan saja. Itu pun kalau bisa,” kata Sudiana.